-->

Penahanan Ibu Menyusui Picu Kecaman: Diduga Langgar Prosedur dan Hak Asasi Anak

(JAKARTA), WARTALANDAK.NET-Penahanan seorang ibu muda bersama bayi berusia 9 bulan di Polres Jakarta Pusat kembali membuka luka lama terkait praktik penegakan hukum yang dinilai masih abai terhadap hak-hak perempuan dan anak. Peristiwa yang menimpa Rina, warga Sumedang, menyulut reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari Komite Tetap Advokasi dan Perlindungan Hukum Perempuan dan Anak KADIN Indonesia.

Jurika Fratiwi, SH., SE., MM., selaku ketua komite tersebut, menyatakan bahwa penahanan terhadap ibu menyusui dengan bayi merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hukum nasional dan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak. Hal itu disampaikan usai melakukan kunjungan langsung ke ruang tahanan Polres Jakarta Pusat pada Selasa, 4 Agustus 2025.

“Bayi tersebut kini mengalami demam dan muntah. Ini akibat langsung dari kondisi ruang tahanan yang tidak memenuhi standar kesehatan maupun kenyamanan psikologis,” ujarnya. Jurika menambahkan bahwa Polres Jakarta Pusat mengklaim telah menyediakan ruang menyusui, namun faktanya tetap tidak memadai untuk kebutuhan dasar bayi.


Kasus Perdata Dikriminalisasi?

Rina dilaporkan atas dugaan penipuan dan/atau penggelapan dalam transaksi pembelian kendaraan. Namun berdasarkan fakta yang dihimpun, kasus ini berawal dari ketidaksepakatan harga dan spesifikasi kendaraan yang tidak sesuai. Rina juga diketahui telah mencicil sebagian dana yang disengketakan.

“Ini seharusnya masuk ke ranah wanprestasi, bukan pidana. Ada itikad baik yang ditunjukkan. Memaksakan pasal penggelapan dalam konteks ini membuka ruang kriminalisasi warga sipil,” tegas Jurika.


Pelanggaran Aturan dan Etika Penahanan

Jurika menyebut ada sejumlah aturan yang secara nyata dilanggar oleh tindakan aparat dalam kasus ini, antara lain:

  • Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, menjamin hak anak untuk tumbuh dan mendapat perlindungan.
  • UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, melarang perlakuan tidak manusiawi terhadap anak.
  • PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, mengakui hak ibu menyusui dan hak anak atas ASI eksklusif.
  • Perkapolri No. 10 Tahun 2022, yang mengatur bahwa penahanan adalah ultimum remedium—jalan terakhir—dan lebih diutamakan penyelesaian dengan keadilan restoratif.

“Penahanan terhadap ibu menyusui bukan hanya tindakan tidak etis, tapi juga melawan semangat hukum yang progresif. Seharusnya ada pertimbangan khusus terhadap kondisi ibu dan anak,” lanjutnya.


Kritik Terhadap Polri: “Humanis Hanya Slogan?”

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, turut menyuarakan kritik keras terhadap Polri. Menurutnya, tindakan ini mencerminkan bahwa institusi penegak hukum belum menginternalisasi nilai-nilai humanisme yang digaungkan melalui slogan “Polri Presisi” dan “Polri untuk Masyarakat”.

“Ini hanya lips service. Semboyan yang cocok untuk menggambarkan kondisi saat ini justru: ‘Hepeng mangotor nagara on’—urusan hukum, pastikan uang tunai tersedia,” ujar Wilson.

Langkah Advokasi dan Tuntutan Pembebasan

KADIN Indonesia, melalui Jurika Fratiwi, telah mengajukan surat resmi permohonan penangguhan penahanan kepada Kapolres Jakarta Pusat. Mereka mendesak agar Ibu Rina dan bayinya segera dibebaskan demi menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemanusiaan. (Tim/red).

Diterbitkan oleh Wartalandak.net (Ya' Syahdan).



Share:
Komentar

Berita Terkini