Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun saat Seminar Seabad Pers di Kalbar, Selasa (1/10/2019)
(PONTIANAK), WARTALANDAK
NET- Seiring perkembangan era digital saat ini banyak bisnis media cetak atau koran di Indonesia anjlok bahkan sejumlah perusahaan pers tidak terbit. Alasannya selain harga kertas semakin mahal juga tergerus dengan digitalisasi.
NET- Seiring perkembangan era digital saat ini banyak bisnis media cetak atau koran di Indonesia anjlok bahkan sejumlah perusahaan pers tidak terbit. Alasannya selain harga kertas semakin mahal juga tergerus dengan digitalisasi.
"Oplah koran di Indonesia merosot tajam. Maka sekarang lebih beralih ke media digital. Salah satu penyebab media cetak mati karena iklan,"beber Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun saat Seminar seabad Pers di Kalbar di Pontianak, Selasa (1/10/2019).
Dipaparkanya, kecenderungan media cetak hidup hasil penjualan koran, ditambah dengan iklan. Keadaan saat ini menunjukkan penjualan koran semakin merosot dan banyak media yang gulung tikar.
"Penyebabnya harga kertas mahal dan pembeli berkurang,"kara Hendry.
Menurut data SPS, jumlah media cetak tahun 2018 tinggal 744, turun dari 793 (2017), 811 (2015). Oplah total koran sekitar 6,5 juta per tahun, jauh dari masa jaya 9,65 juta tahun 2014. "Sementara majalah dan tabloid sekitar 797 juta per tahun 2018,"urai Hendry mantan Sekjen PWI Pusat ini.
Kecenderungan iklan, saat ini pemasang sudah semakin beralih ke media digital, dari semula 5 persen pada tahun 2013 menjadi 15,20 persen pada tahun 2018 dari sekitar Rp150 triliyun.
"Namun digital disini bukan media online atau siber yang dikerjakan redaksi, tetapi yahoo, google, youtube, instagram,"ungkap Hendry.
Menurut Hendry, media cetak kian tercekik, porsinya mengecil. Dari sekitar 20 an persen (televisi 70-an persen) kini sudah belasan persen.
"Akan makin bertambah yang tutup, mengecil agak bertahan. Sementara media online masih mencari jati diri, klikbaik dan adu judul,"beber Hendry.
Kemudian, cara bertahan dari media cetak adalah dengan masuk digital, membuat konten premium di situsnya, bacaan berbayar tapi nilainya masih dipertanyakan.
"Untuk media online mainstream dicoba dengan sistem crowdfundibg, urunan, sebagaimana dilakukan The Guardian, The New York Times,"kata Hendry.
Selanjutnya, cara bertahan media online daerah adalah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota.
"Komitraan mengurangi idealisme, karena intervensi pengiklan, ikut mengatur liputan, isi bahkan redaksi, "tegas Hendry.
Sementara itu, Direktur Pontianak Post Salman Bursah mengakui saat ini belanja iklan di media cetak menurun akibat ekonomi, sehingga sekarang menghandalkan kerjasama Pemerintah Daerah.
"Harga kertas semakin mahal sehingga terkendala untuk industri media cetak,"kata Salman dalam pemaparan pada seminar tersebut
Sumber Suarakalbar.com
Editor Ya' Syahdan.
Editor Ya' Syahdan.