Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, melalui Tim Kuasa Hukum PPWI yang dipimpin oleh Dolfie Rompas, S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap sepele. “Ini adalah tindak pidana murni yang harus diproses dengan tegas. Aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi malah melakukan tindakan tercela ini. Nama baik bangsa kita dipertaruhkan,” ujar Rompas.
Pemerasan dengan Kerugian Fantastis
PPWI mendesak penerapan Pasal 368 ayat (1) KUHP yang mengancam pelaku pemerasan dengan pidana maksimal sembilan tahun penjara. Dengan kerugian korban mencapai Rp32 miliar dari sekitar 400 orang, kasus ini dinilai sebagai kejahatan luar biasa.
“Skala kerugian dan jumlah korban menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran ini. Tidak ada alasan pembenaran bagi pelaku, apalagi mereka adalah aparat yang tahu hukum,” tegas Alfan Sari, anggota tim hukum PPWI.
Ironi Hukum: Warga Kecil Dihukum, Oknum Polisi Dilindungi?
PPWI juga menyoroti ketidakadilan dalam perlakuan hukum. Sebagai pembanding, mereka mengangkat kasus wartawan Muhammad Indra di Lampung Timur yang dihukum satu tahun penjara hanya karena kerugian Rp2,8 juta, serta Rosmely di Indragiri Hilir yang dipenjara 15 hari atas kerugian Rp3 juta.
“Dalam kasus kecil seperti ini, hukum ditegakkan dengan keras. Tapi mengapa dalam kasus besar seperti pemerasan DWP yang melibatkan aparat, tindakan justru lamban dan terkesan melindungi pelaku?” ujar Ujang Kosasih, anggota Divisi Hukum PPWI.
Dampak Internasional: Nama Indonesia Tercoreng
Selain kerugian finansial, PPWI menyoroti dampak reputasi. Banyak korban adalah warga asing yang hadir sebagai tamu dalam acara DWP. Tindakan pemerasan oleh aparat membuat Indonesia dipandang negatif di mata internasional.
“Bagaimana mungkin kita mengharapkan wisatawan atau investor datang ke Indonesia jika aparat penegak hukumnya sendiri justru menjadi ancaman?” kata Dolfie Rompas.
Tuntutan Tegas: Hukum Tanpa Pandang Bulu
PPWI meminta agar para pelaku dihukum lebih berat dibandingkan warga sipil biasa. Mereka menekankan bahwa aparat yang melanggar hukum harus menerima sanksi dua kali lipat karena memahami hukum tetapi tetap melakukan pelanggaran.
“Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian harus dipulihkan. Ini hanya bisa dilakukan jika para pelaku dihukum tanpa pandang bulu,” tegas Rompas.
Ujian Besar untuk Kepolisian
Kasus ini menjadi tantangan besar bagi Kepolisian Republik Indonesia untuk membuktikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan. Apakah polisi mampu membersihkan institusinya dari oknum yang mencoreng nama baik, ataukah kasus ini akan menjadi tambahan catatan kelam dalam perjalanan penegakan hukum di Indonesia?
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari kepolisian. Apakah keadilan akan ditegakkan atau kasus ini berakhir tanpa kejelasan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi tolok ukur integritas aparat penegak hukum di negeri ini. (Tim red).
Diterbitkan oleh Wartalandak.net (Ya' Syahdan).