(JAKARTA), WARTALANDAK.NET – Publik tengah ramai membahas pengiriman paket kepala babi ke kantor redaksi Tempo. Peristiwa ini memicu spekulasi luas tentang motif di balik aksi tersebut, terutama karena Tempo dikenal sebagai media yang vokal dalam mengungkap berbagai isu nasional.
Paket tanpa identitas pengirim itu ditujukan kepada seorang wartawati Tempo, menimbulkan pertanyaan mengenai siapa pelaku di balik aksi ini dan apa tujuannya. Beberapa pihak menganggap pengiriman kepala babi ini sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers, sementara yang lain justru melihatnya sebagai tindakan nyeleneh yang penuh simbolisme.
Menariknya, kepala babi memiliki makna beragam di berbagai budaya. Di Eropa dan Bali, kepala babi justru melambangkan kemakmuran dan keberuntungan. Sebaliknya, di beberapa komunitas di Asia, termasuk di kalangan masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim, babi kerap diasosiasikan dengan sesuatu yang negatif.
Pernyataan menohok pun datang dari Juru Bicara Istana, Hasan Hasbi, yang berkomentar ringan soal insiden ini. “Yaa sudah, dimasak saja!” ujarnya, menambah bumbu kontroversi. Pernyataan ini pun memancing respons lebih luas, termasuk usulan untuk memasak kepala babi tersebut dan mengirimkannya ke istana sebagai bentuk satire.
Hingga kini, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas pengiriman paket misterius ini. Sementara publik terus berspekulasi, Tempo tetap berpegang teguh pada prinsip jurnalistiknya dan tidak terintimidasi oleh aksi semacam ini.
Kasus ini bukan sekadar soal kepala babi, melainkan cerminan dinamika kebebasan pers di Indonesia. Akankah kasus ini berujung pada temuan baru atau sekadar menjadi episode lain dalam sejarah panjang tekanan terhadap jurnalisme kritis? Publik menunggu jawabannya.
Penulis Wilson Lalengke.