-->

Skandal Pertamax Oplosan dan Mafia Hukum: Nama Kapolda Metro Jaya Terseret, Alumni Lemhannas Desak Kapolri Bertindak

Foto, Ketum  PP PPWI, Wilson Lalengke (foto istimewa).
(JAKARTA), WARTALANDAK.NET-–
Tuduhan serius kembali menghantam institusi kepolisian. Nama Kapolda Metro Jaya, Irjenpol Karyoto, disebut-sebut dalam skandal besar terkait Pertamax oplosan dan dugaan mafia hukum yang melibatkan mantan napi korupsi pengadaan Alquran, Fahd A Rafiq. Desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengambil langkah tegas pun menguat.

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sekaligus alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, menyerukan agar Kapolri segera memeriksa Irjen Karyoto. Dalam pernyataannya, Lalengke menyebut adanya dugaan kuat aliran dana haram mencapai Rp25 miliar per bulan kepada oknum perwira tinggi Polri dari jaringan mafia BBM ilegal yang beroperasi di bawah anak perusahaan Pertamina, Patra Niaga.

"Informasi ini meski masih dianggap desas-desus, tetap membutuhkan klarifikasi hukum secara transparan. Apalagi jika benar ada aliran dana dari Fahd A Rafiq yang mengalir ke jajaran Polda Metro Jaya," tegas Lalengke pada Minggu, 13 April 2025.

Fahd A Rafiq, tokoh muda Partai Golkar yang telah dua kali terseret kasus korupsi besar, disebut-sebut memegang peran penting dalam mengatur alur dana ilegal kepada aparat. Bahkan, menurut pengacara Irwansyah, yang kini membela Faisal bin Hartono — Direktur PT Visitama — Fahd diduga melakukan intervensi langsung dalam proses penetapan tersangka terhadap kliennya.

Dalam keterangannya, Irwansyah mengungkapkan bahwa penyidik yang menangani kasus Faisal mendapat tekanan langsung melalui telepon dari Fahd. Panggilan tersebut bahkan diperdengarkan langsung di hadapan kuasa hukum. “Dia perintahkan agar Faisal segera ditetapkan tersangka dan ditahan tanpa memperhatikan proses hukum yang seharusnya,” kata Irwansyah.

Lebih lanjut, Irwansyah juga menuding penyidik Polda Metro Jaya bertindak tidak profesional. Status Faisal digantung lebih dari 1x24 jam sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, dan itu pun dilakukan secara tergesa-gesa di malam hari. "Penyidik tidak menjalankan prosedur dengan benar, bahkan saksi dari pihak klien saya tidak diperiksa sama sekali sebelum penetapan tersangka," katanya.

Tak hanya soal prosedur, substansi perkara yang menjerat Faisal pun dipertanyakan. Menurut tim hukum, dana Rp1,7 miliar yang dipersoalkan justru merupakan pelunasan utang pelapor kepada Faisal. “Ini jelas ada kejanggalan, dan indikasi kuat bahwa kasus ini sarat intervensi dari pihak-pihak berkepentingan,” ujar Irwansyah.

Menanggapi hal ini, Sekretaris DPD Persadi DKI Jakarta, Iskandar Munthe, S.H., M.H., juga angkat suara. Ia menilai kasus Faisal mencerminkan lemahnya implementasi program Presisi Kapolri yang selama ini digaungkan. “Jika benar oknum penyidik bekerja di bawah tekanan dari luar, ini sudah mencederai semangat reformasi di tubuh Polri,” tegasnya.

Iskandar mendesak Kapolri agar memberikan sanksi kepada anggotanya yang terbukti melanggar kode etik atau bersikap tidak profesional. “Jangan sampai praktik semacam ini terus mencoreng nama baik institusi kepolisian,” pungkasnya.

Skandal ini diprediksi akan terus bergulir dan menjadi sorotan publik. Dengan latar belakang Irjenpol Karyoto sebagai mantan Deputi Penindakan KPK, dugaan keterlibatan dalam praktik kotor semacam ini tentu akan menjadi tamparan keras bagi kredibilitas aparat penegak hukum. (Tim/ Red PPWI Pusat).

Diterbitkan oleh Wartalandak.net (Ya' Syahdan).

Share:
Komentar

Berita Terkini