-->

Sengketa Tanah di PN Sorong: Mediasi Berujung Kontroversi Usulan Pembagian Lahan

(SORONG), WARTALANDAK.NET – Proses mediasi perkara perdata terkait kepemilikan lahan di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat Daya, menuai sorotan tajam setelah muncul usulan pembagian lahan secara merata antara penggugat dan tergugat, tanpa terlebih dahulu memeriksa dokumen kepemilikan masing-masing pihak.

Perkara ini melibatkan Mr. Paulus George Hung alias Ting-Ting Ho alias Mr. Chi, seorang Warga Negara Malaysia, yang menggugat Samuel Hamonangan Sitorus atas lahan di Kecamatan Supraw, Kota Sorong. Gugatan diajukan melalui kuasa hukumnya, Albert Fransstio, S.H.

Dalam sesi mediasi yang difasilitasi oleh hakim mediasi PN Sorong, kuasa hukum penggugat mengajukan proposal damai berupa pembagian lahan sengketa menjadi dua bagian sama besar. Usulan ini langsung mendapatkan dukungan dari hakim mediasi, dan tekanan pun muncul agar pihak tergugat menyetujui kesepakatan tersebut.

Namun, tergugat Samuel Sitorus menolak tawaran tersebut. Ia menyatakan bahwa pembuktian dokumen kepemilikan adalah langkah yang seharusnya didahulukan sebelum membicarakan pembagian lahan. Samuel juga menegaskan bahwa ia memiliki dokumen resmi pembelian lahan sejak tahun 2009 dan telah menempati serta mengelola tanah itu sejak saat itu.

Penolakan terhadap pembuktian dokumen dalam sesi mediasi dianggap janggal oleh banyak pihak. Hakim disebut beralasan bahwa dokumen hanya akan ditinjau dalam persidangan utama, dengan catatan harus terlebih dahulu diperlihatkan kepada hakim. Pendekatan ini dinilai tidak mendukung transparansi dalam proses mediasi dan menimbulkan kesan keberpihakan.

Pakar etika dan penulis artikel opini Wilson Lalengke menyayangkan situasi tersebut. Menurutnya, upaya mediasi tanpa klarifikasi legalitas kepemilikan justru membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang oleh lembaga peradilan. Ia bahkan menyamakan pendekatan ini dengan “perampasan hak atas tanah menggunakan tangan pengadilan.”

Wilson juga menyoroti pentingnya integritas aparat peradilan dalam menjaga kepercayaan publik. Ia berharap semangat keadilan tidak dikalahkan oleh kepentingan ekonomi atau kekuasaan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa lembaga peradilan memiliki tanggung jawab besar dalam menjamin keadilan substantif bagi seluruh warga, termasuk mereka yang tidak memiliki kekuatan finansial atau koneksi kekuasaan.

Penulis  Wilson Lalengke Ketum PPWI.

Diterbitkan oleh Wartalandak.net (Ya' Syahdan).

Share:
Komentar

Berita Terkini