Oleh Dr. Ichsanuddin Noorsy, BSc., SH., MSi.
(JAKARTA), WARTALANDAK.NET – Dalam menghadapi perubahan besar dalam tatanan global dan tantangan nasional yang semakin kompleks, sejumlah tokoh bangsa berkumpul dalam Simposium Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Kenapa Kembali ke Pancasila dan UUD 1945, Menjawab Tantangan Nasional dan Global, yang digelar Selasa, 15 Juli 2025 di Universitas Jayabaya, Jakarta.
Simposium ini diinisiasi oleh Presidium Konstitusi Kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang dipimpin Jenderal (Purn.) Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden RI dan Panglima ABRI. Acara ini menjadi ajang refleksi mendalam terhadap arah konstitusi Indonesia dan relevansinya menghadapi dinamika global saat ini.
Dalam pidato kuncinya, Try Sutrisno menyoroti pentingnya kembali ke jati diri bangsa melalui Pancasila dan naskah asli UUD 1945, di tengah ancaman globalisasi dan liberalisme yang kian mengikis nilai-nilai luhur bangsa.
“Empat kali amandemen UUD sejak 1999 hingga 2002 telah mengubah hampir seluruh isi konstitusi asli. Ini bukan sekadar penyesuaian, tapi perombakan fundamental,” tegasnya.
Rektor Universitas Jayabaya, Prof. Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, SH., MH., menyampaikan bahwa perubahan konstitusi itu menimbulkan kontradiksi teoritis dan ketidaksesuaian dalam praktik ketatanegaraan. Pernyataan ini didukung oleh hasil kajian Komisi Konstitusi yang menyimpulkan banyak inkonsistensi dalam UUD hasil amandemen.
Para pembicara lainnya, seperti Jenderal (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo (KSAD 2007-2009), MS Ka’ban (Menteri Kehutanan 2004-2009), serta akademisi Dr. Mulyadi MSi, mengupas dampak dari liberalisasi sistem pemerintahan dan ekonomi, yang dinilai menjauhkan bangsa dari nilai-nilai Pancasila.
Dalam sesi pembahasan, Ichsanuddin Noorsy memaparkan bagaimana perubahan UUD 1945 sejalan dengan masuknya pengaruh asing dan nilai materialisme-liberalisme ke dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ia menyebutkan bahwa reformasi yang berjalan sejak tahun 2000 telah mengarah pada pergeseran ideologis dan pemisahan antara rakyat dan negara.
Ia juga menyoroti konteks global, khususnya gejolak geopolitik pasca-krisis keuangan global 2008, yang mendorong munculnya kekuatan baru seperti BRICS dan menggoyahkan dominasi unipolar Amerika Serikat.
Sebagai penutup, peserta simposium diberikan buku “Prahara Bangsa” karya Ichsanuddin Noorsy, yang mengupas tuntas dampak reformasi terhadap tatanan bangsa Indonesia.
Simposium ini menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali dasar konstitusi negara serta arah pembangunan nasional, di tengah perubahan dunia yang kian cepat dan tidak menentu.
Rilis.