-->




Polres Landak Diminta Tegas Tertibkan Knalpot Racing, Warga Soroti Juga Narkoba dan Konflik Perusahaan

Foto, rapat tatap muka antara Polres Landak demgan Pokdarkamtibmas, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, ormas, penuda, mahasiswa, kumunitas masyarakat (dok Ya' Syahdan).

(NGABANG), WARTALANDAK.NET– Persoalan knalpot racing atau knalpot “brong” kembali menjadi sorotan masyarakat Kabupaten Landak. Dalam rapat tatap muka yang digelar Polres Landak bersama Pokdarkamtibmas, tokoh adat, tokoh agama, organisasi masyarakat, pemuda, hingga komunitas masyarakat, Kamis (4/9/2025), berbagai isu sosial diangkat. Salah satu yang paling banyak dikeluhkan adalah maraknya penggunaan knalpot bising yang meresahkan warga.


Dalam pertemuan tersebut, Polres Landak menegaskan sudah melakukan berbagai upaya penertiban. Pihak kepolisian bahkan telah berkoordinasi dengan penyalur dan toko sparepart agar tidak lagi menjual knalpot racing. Hasilnya cukup positif, sebagian besar toko tidak lagi menyediakan barang tersebut. Namun, kendala justru muncul dari sisi lain: knalpot racing kini lebih mudah diperoleh secara daring dengan harga yang lebih murah.

“Kami sudah lakukan razia, sosialisasi, bahkan meminta bengkel dan toko tidak menjual knalpot brong. Mereka patuh, tetapi anak-anak bisa beli online, harganya hanya sekitar Rp90 ribu. Itu tantangan bagi kami,” ungkap Kasat Lantas Polres Landak, IPTU Budi Ristanto.

Menurutnya, dampak knalpot racing bukan sekadar soal suara bising. Kebisingan mengganggu kenyamanan masyarakat, bisa memicu konflik antarwarga, bahkan berdampak pada kesehatan seperti stres dan gangguan tidur. Secara hukum, penggunaan knalpot tidak sesuai standar SNI juga jelas melanggar aturan lalu lintas dan bisa dikenai sanksi tilang.

Seorang tokoh masyarakat, Timangong Binua Landak, Badi Narta, menyampaikan langsung keresahannya. Dengan usianya yang kini 67 tahun, ia menegaskan bahwa knalpot brong hanyalah salah satu persoalan. Ia juga menyoroti bahaya narkoba yang mulai merambah hingga pelosok desa.

“Kalau narkoba sudah masuk ke kampung, generasi kita habis. Anak-anak masih sekolah, umur 16-17 tahun, sudah coba barang itu. Saya dengar ada tempat jualan di depan Bappeda, tolong benar-benar dicek,” tegasnya.

Selain itu, ia menyinggung soal pelanggaran lalu lintas lain seperti pengendara motor yang tidak menggunakan lampu di malam hari. Hal itu dinilainya sangat membahayakan, bahkan sudah menimbulkan korban kecelakaan. Ia mencontohkan seorang pedagang sayur yang ditabrak hingga mengalami kelumpuhan, sementara pelaku melarikan diri.

Badi Narta juga menyampaikan kegelisahan masyarakat terkait keberadaan perusahaan besar (PT) yang beroperasi di Landak. Menurutnya, ada 51 perusahaan yang aktif, namun kesejahteraan masyarakat belum terlihat nyata. Janji perusahaan untuk memberikan pekerjaan dan keuntungan bersama dinilai tidak sejalan dengan kenyataan.

“Masyarakat hanya dapat bagian kecil. Ada yang hasil lahannya cuma Rp300 ribu per bulan. Sementara PT untung besar. Inilah yang sering memicu konflik sosial,” ujarnya.

Kasat Lantas IPTU Budi Ristanto menambahkan, hingga Agustus 2025 tercatat sudah ada 16 korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas, 46 orang mengalami luka berat, dan 9 luka ringan. Kerugian material ditaksir lebih dari Rp111 juta. Faktor kelalaian pengendara masih mendominasi, disusul kondisi cuaca, sarana prasarana jalan, dan faktor alam.

“Keselamatan di jalan harus jadi kesadaran bersama. Polisi tidak bisa bekerja sendiri. Kami harap keluarga juga mengingatkan anak-anaknya agar tidak memakai knalpot brong dan selalu tertib berlalu lintas,” tutup Budi.

Dengan berbagai persoalan tersebut, masyarakat berharap kepolisian tidak hanya tegas dalam penertiban knalpot racing, tetapi juga mampu menekan peredaran narkoba dan memfasilitasi penyelesaian konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Sebab, tiga hal inilah yang dinilai menjadi ancaman besar bagi ketertiban dan masa depan generasi muda Landak.

Penulis Ya' Syahdan.

Share:
Komentar

Berita Terkini